INFOTEK: Peningkatan Produksi dan Mutu Tembakau Madura
Tembakau di Madura merupakan komoditas utama yang diusahakan di lahan sawah tegal, dan gunung pada saat musim kemarau. Peranannya dalam aspek ekonomi dan sosial bagi petani, industri rokok, dan pemerintah daerah cukup penting. Saat ini rata-rata setiap tahun luasnya mencapai 47.893 ha. Permasalahan yang sering terjadi di pertembakauan Madura meliputi masalah on farm dan off farm. Di tingkat on farm, masalah yang sering dijumpai adalah penerapan GAP belum optimal, keterbatasan modal usaha tani, SNI tembakau belum efektif, terbatasnya prasarana dan sarana usaha tani, dan pendampingan petani masih kurang intensif. Sedangkan permasalahan off farm antara lain adalah kampanye anti tembakau semakin meningkat, impor tembakau semakin banyak, akses permodalan masih terbatas, dan kelembagaan petani belum kuat. Eksistensi peran penting tembakau madura tentunya dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan kondusif yang diperlukan untuk mendukung peningkatan tembakau madura antara lain meliputi penyediaan prasarana dan sarana produksi, peningkatan diseminasi inovasi teknologi, dan dukungan untuk membangun pola kemitraan yang sinergis antara petani dan industri hasil tembakau.
Tembakau madura tergolong sebagai tembakau semi aromatik dan digunakan sebagai bahan pembuatan rokok keretek. Dalam racikan (blending) rokok, tembakau madura yang dibutuhkan sekitar 12–14% (GAPPRI 1997). Tentunya kebutuhan akan tembakau madura akan menyesuaikan dengan peningkatan produksi rokok. Selain itu perkembangan areal tanam tembakau madura juga akan ditentukan dengan pertumbuhan industri rokok nasional. Perkembangan areal tembakau di Madura terjadi bersamaan dengan perkembangan beberapa industri rokok di Jawa, terutama sejak setelah zaman kemerdekaan. Pada zaman penjajahan Belanda, rata-rata areal budi daya tembakau madura hanya sekitar 5.573 ha (Kuntowijoyo 2002), namun pada saat ini rata-rata luasnya meningkat sampai hampir 9 kali menjadi 47.893 ha (Ditjenbun 2010). Hal ini menunjukkan bahwa tembakau merupakan komoditas penting di Madura, terutama bagi petani, industri rokok, dan pemerintah daerah.
Tembakau dibudidayakan petani dengan teknologi yangdiwariskan secara turun temurun dan memberikan keuntungan yang lebih besar daripada komoditas lain (Hasan dan Darwanto 2013). Tembakau di Madura dibudidayakan di lahan gunung, tegal, dan sawah, dan hasil jual tembakau di ketiga jenis lahan tersebut menguntungkan dan mempunyai keunggulan kompetitif (Ningsih 2014). Dari hasil survei diketahui bahwa keuntungan dari usaha tani tembakau dapat menyumbang 60–80% pada total pendapatan petani (Balittas 2007).
Eksistensi tembakau dan industri hasil tembakau di Madura juga berperan dalam penyediaan lapangan kerja. Jumlah petani yang menekuni agribisnis tembakau sekitar 95.895 KK. Di Pamekasan, tenaga kerja yang terserap di sektor industri hasil tembakau sebanyak 4.059 orang (Disnakertrans 2011). Bagi pemerintah daerah sentra tembakau madura (Kabupaten Sumenep, Pamekasan, dan Sampang), tembakau madura dan industri hasil tembakau telah meningkatkan sektor perekonomian yang cukup penting. Perputaran uang pada setiap musim panen tembakau di sentra-sentra tembakau tersebut cukup besar. Contohnya di Kabupaten Pamekasan pada tahun 2009, produksi tembakau mencapai 31.367 ton dengan harga jual rata-rata Rp19.350,- per kilogram, maka uang yang beredar di kabupaten ini mencapai Rp607 miliar (Fauziah et al. 2010). Besarnya perputaran uang ini belum termasuk uang yag beredar pada industri sarana produksi terkait; seperti pupuk, pestisida, dan jasa transportasi.
Eksistensi tembakau madura yang berperan penting dalam sektor perekonomian dan sosial tentunya dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Misalnya, kebijakan tentang pengendalian tembakau (PP No 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan) telah berakibat pada menurunnya jumlah industri rokok yang akhirnya mengurangi serapan tembakau madura (Rachman dan Widodo 2015). Di sisi lain, produktivitas tembakau madura masih rendah, yaitu produktivitas musim tanam tahun hanya 599 kg/ha (Ditjenbun 2016). Rendahnya poduktivitas tersebut antara lain disebabkan oleh kebijakan di bidang on farm, yang belum optimal dalam memfasilitasi petani untuk menghasilkan produksi dan mutu tembakau yang tinggi. Dengan tanpa mengabaikan kebijakan tentang aspek kesehatan sebagai akibat konsumsi hasil tembakau berupa rokok yang dianggap merugikan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung, maka kebijakan yang terkait dengan pertembakauan Madura masih diperlukan. Berdasarkan identifikasi permasalahan tembakau madura baik pada aspek on farm dan off farm, uraian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk mendukung eksistensi tembakau madura yang berperan penting dalam aspek ekonomi dan sosial.